Korupsi & Potong tangan
Korupsi. Siapa yang tidak kenal
dengan satu kata ini. Mulai dari anak-anak sampai dengan orang lanjut usia
pasti mengenal kata ini. Terlebih kalau kita bicara bohongnya, bayi yang baru
lahir saja di indonesia sudah tahu akan kata korupsi. Ini menunjukkan betapa
perbuatan korupsi sudah mendarah daging dan mengakar tunggang di kehidupan
berbangsa dan bernegara kita. Korupsi bukan lagi sesuatu yang asing lagi di
negeri ini. Dari dulu korupsi ini sudah ada hanya saja intensitas dan
kuantitasnya tidak begitu banyak sehingga tidak terekpose oleh masyarakat umum.
Korupsi mulai mencuat di negeri
kita ini ketika negara kita terkena imbas krisis moneter pada tahun 1997. Banyak
negara yang kena dampaknya termasuk indonesia. Pada saat itu presiden Soehato
mendapat protes dan kritikan pedas dari berbagai kalangan. Mulai dari akademisi
hingga lapisan masyarakat bawah termasuk buruh dan tani. Demontrasi, kerusuhan
dan penjarahan terjadi dimana-mana diberbagai kota. Semua menuntut presiden
Soeharto mundur dan turun dari kursi kepresidenannya karena Soeharto dinilai
telah melakukan KKN [korupsi kolusi dan nepotisme] yang menyebabkan negara kita
kena krisis. Akhirnya pada tanggal 21 mei 1998 presiden Soehato menyatakan
mundur dari kepresidenan RI dan digantikan oleh BJ Habibie ketika itu dia
sebagai wakil presiden.
Setelah lengsernya Soeharto dari
tampuk kepemimpinan RI dan digantikan oleh BJ Habibie kemudian KH Abdurahman
Wahid [gusdur], Megawati Soekarnoputri dan SBY. Semua berkomitmen akan
memberantas korupsi. Karena itu semua menjadi cita-cita dan tuntutan rakyat
ketika bergulirnya reformasi dalam menggulingkan rezim Soeharto. Maka dibentuklah
komisi pemberantasan korupsi [kpk] untuk mempercepat proses peradilannya.
Tapi sayang dalam perjalanan
pemberantasan korupsi, setelah beberapa kali ganti pemerintahan perbuatan
korupsi bukannya berkurang di negeri ini malah kian menjadi. Kasus-kasus lama
seperti BLBI, Century dll belum juga tuntas diatasi. Ditambah lagi kasus wisma
atlet, hambalang, pengadaan alquran serta kasus impor daging. Itu semua
merupakan beberapa contoh kasus korupsi yang melanda dipemerintahan pusat belum
lagi daerah.
Lalu kenapa korupsi kian menjadi?
Dalam hati kecil kita bertanya, apakah pemerintah kita kurang serius dalam
menangani kasus korupsi? Atau hanya jadi kata selogan belaka ketika mengahadapi
pemilu untuk menarik dukungan rakyat?
Yang jelas pemerintah kita kurang
tegas dalam menangani dan menghadapi para koruptor. Masih tebang pilih dan
memandang bulu dalam penanganan korupsi. Kalaupun ada yang dipenjarakan itu
hanya sebagian kecil. Dan itupun hukumannya tidak setimpal dengan apa yang
telah ia perbuat. Sangat jauh jika kita bandingkan dengan hukuman seorang yang
melakukan kriminal misalnya pencuri ayam. Dia akan diproses dengan cepat dan
mendapat hukuman yang sangat berat juga.
Dengan berbagai alasan dan dalih
akhirnya sang koruptor dijatuhi hukuman yang sangat ringan oleh hakim. Belum lagi
tiap momen dan tahun mendapatkan remisi potongan waktu tahanan. Ditambah lagi
proses peradilannya yang berbelit-belit. Ini mungkin yang menjadikan kenapa
korupsi dinegara kita ini kian menjadi.
Dalam menangani korupsi, ada
baiknya kita melirik ke hukum potong tangan bagi pelaku korupsi. Terlepas dia
hukum islam atau bukan yang jelas kita membutuhkannya. Dengan disiapkan
perangkat pelaksana, aturan hukum dan peradilannya yang sederhana maka
bersiapl-siaplah menyongsong masa depan yang bebas dari korupsi. Karena hukuman
seperti ini tidak akan berbelit-belit dan akan memberi efek jera kepada
pelakunya dan rasa takut bagi yang akan mmelakukannya.
Semisal bagi koruptor dibawah
seratus juta maka ia hanya diberikan hukuman berupa tahanan penjara beberapa
tahun maksimal lima tahun. Sedangkan bagi koruptor diatas seratus juta sampai
dengan satu milyar dikenakan hukuman potong tangan berupa pemotongan beberapa
ruas jari tangan kiri. Diatas satu milyar sampai dengan satu triliun dikenakan
hukuman potong beberapa jari tangan kiri. Dan diatas satu triliun dikenakan
hukuman potong tangan kiri. Semua yang kena hukuman potong tangan hasil
korupsinya disita dan didenda serta dibebastugaskan dari jabatannya. Sedangkan fisik
mereka dilepas bebaskan seperti masyarakat sipil lainnya.
Saya rasa hukuman ini lebih
pantas dan manusiawi bagi para karuptor. Karena ini akan lebih memberi efek
jera dan tidak bertele-tele dalam penangan kasusnya. Mereka benar-benar
merasakan hukumannya secara pidana dan sosialitas. Dan bagi kita mereka
merupakan satu pembelajaran dan rasa takut bila akan melakukan korupsi.
Tabik.
Jakarta, 07 feb 2013
Poto: numpang pakai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar