Laman

Minggu, 16 Maret 2025

MALAMAN

MALAMAN

By Semacca Andanant

MALAMAN adalah sebuah tradisi dan kepercayaan yang mulai menghilang.

Bulan puasa adalah bulan kreatif bagi anak-anak masyarakat hulun lampung. Disamping menunaikan ibadah puasa, sholat lima waktu, tarawihan dan juga tadarusan mereka juga pada siang hari aktif membuka lagi berbagai permainan tradisional yang lama tidak dimainkan. Seperti permainan gasing, mobil-mobilan, segoan[petak umpat], wakan, kukapan dan masih banyak lagi yang lainnya.

Yang menarik menjelang memasuki kesepuluh hari bagian ketiga anak-anak ini sibuk mencari dan mengumpulkan batok kelapa yang sudah terkukur daging kelapanya. Batok kelapa yang dicari adalah buah kelapa yang terpotong dua. Ini biasanya banyak terdapat setelah ibu-ibu mereka "nanok"kelapa. Nanok suatu cara membuat minyak goreng tradisional yang bahan dasarnya dari buah kelapa.

Setelah terkumpul banyak batok kelapa [ondom] tepat pada hari ke enom likur [hari kedua puluh enam] anak-anak ini sibuk menyiapkan sebuah malaman. Malaman adalah sebuah obor yang terbuat dari batok kelapa yang disusun pada sebuah tiang ukuran kecil baik menggunakan bambu ataupun batang kayu yang berdiameter 5cm dan tingginya 2-3m. Bila kita perhatikan lebih seksama ia menyerupai sebuah raga manusia ketika mengenakan tudung agar tidak basah kena huja. Malaman ini berdiri tegak didepan halaman rumah. Biasanya satu rumah minimal membuat satu atau dua buah. Malaman ini memiliki beberapa bagian yaitu kaki, badan dan kepala serta kuping/cuping. Kaki adalah bagian yang ditanamkan ketanah dan ondomnya terpasang telungkup. Badan adalah bagian tengah yang ondomnya tersusun menghadap ke atas dan kepala adalah bagian atas tempat menyalakan obor , ondomnya terpasang telungkup. Sedangkan cuping terpasang disepanjang badan dan jumlahnya cukup banyak.

Setelah berbuka puasa dan sholat maghrib malam ketujuh likur [malam ke dua puluh tujuh] malaman ini akan dibakar atau diberi api dibagian kepalanya hingga ia menyala memberikan cahaya terang hingga larut malam. Hulun lampung percaya pada saat malam ini arwah leluhur mereka pulang kerumah sehingga mereka menyambutnya dengan suka cita atau dengan istilah mereka "Malaykat mulang". Mereka bersih-bersih rumah, memberi penerangan yang cukup dan bahkan ada yang memberi sesajen atau "ngakan munyan".

Menurut pelaksanaannya malaman terdiri malaman pitu likur dan malaman buka debi. Malaman pitu likur ketika puasa memasuki hari kedua puluh sedangkan buka debi ketika besok akan dilaksanakan sholat idulfitri.

Betapa indahnya ketika malaman mulai dinyakan seluruh penjuru tiyuh akan terang benderang. Sorak sorai anak-anak yang bermain dihalaman akan terdengan begitu riuh memberi kesan. Tapi sayang tradisi malaman ini mulai menghilang terkena gerusan kemajuan jaman. Generasi sekarang lebih memilih cara-cara hidup yang mereka anggap lebih maju dan modern. Sebenarnya banyak nilai-nilai positif dan sakral yang terkandung didalamnya yang dapat kita ambil yang merupakan identitas dan jati diri kita. Tabik.

jakarta, 13/07/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar